Rabu, 14 September 2016

PENGEMBANGAN MADRASAH UNGGULAN



A.    PENDAHULUAN
Perkembangan lembaga pendidikan mengalami proses seperti lembaga lain, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Proses ini tidak hanya membuthkan patokan setahun atau lima tahun, tetapi biasanya mengandung proses awal dan akhir yang menyebar dalam jarak waktu yang relatif panjang.[1] Sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, madrasah merupakan lembaga pendidikan alternatif bagi orang tua sebagai tempat menempuh pendidikan bagi anak-anaknya. Madrasah adalah institusi pendidikan paling awal yang mengajarkan nilai-nilai Islam di Indonesia. Ia berkembang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Pada awal pertumbuhannya, berdirinya madrasah didorong oleh situasi dan kondisi tertentu, baik munculnya atas inisiatif perorangan maupun kelompok, dan pada perkembangannya dikelola oleh pemerintah.[2]
Madrasah adalah merupakan perpaduan antara pendidikan pesantren dengan sekolah. Ciri kepesantrenan pada ilmu-ilmu agama serta sikap hidup beragama, sedangkan ciri sekolah pada sistem klasikal, mata pelajaran umum, manajemen pendidikan.[3] Stigma miring tentang madrasah seperti tradisional dan sarang teroris masih terasa sampai sekarang, meskipun itu tidak terbukti sama sekali. Stigma tersebut terkadang membuat masyarakat minder dan tidak bangga terhadap institusi madrasah itu sendiri. Padahal kalau dirunut dalam sejarah madrasah merupakan akar pendidikan (root of education) Indonesia yang telah melahirkan leader dalam bidang pendidikan dan agama (scholar), negarawan dan bahkan pahlawan. Sebut saja misalnya Wahid Hasyim, Hamka, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholis Madjid (Cak Nur), Hasyim Muzadi dan Mahfudz MD. Mereka adalah lulusan madrasah yang telah memberikan kontribusi bagi perkembangan karakter bangsa. Dari sini, tak salah bila dikatakan madrasah adalah kontributor terpenting bagi peradaban Islam nusantara.[4]
Bahkan apabila ditarik ke dalam konteks global, Islam Indonesia akan menjadi penyangga peradaban Islam dunia ke depan. Cita-cita ini bukan omong kosong belaka, sebab Indonesia telah memiliki potensi-potensinya. Bayangkan saja, penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam memiliki pandangan yang sangat moderat (inklusif, terbuka, bisa menerima perbedaan, toleran) di tengah banyaknya negara Islam yang sedang berkonflik, meskipun tidak kita pungkiri masih ada sedikit gejolak konflik ras, suku dan agama di Indonsia. Namun secara umum, dunia sudah mengakui bahwa Indonesia telah berhasil mengatasi konflik, melindungi HAM umat beragama dan membangun toleransi. Hal ini terbukti dengan diberikannya World Statesman Award 2013 oleh  Appeal of Conscience Foundation (ACF) kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono  30 Mei 2013.
Sikap-sikap moderat itu pada dasarnya sudah ditanamkan dan diajarkan di dalam pendidikan Islam, yakni  madrasah (tingkat Raudlatul Atfal, Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan bahkan Aliyah). Kini Kementerian Agama telah menaungi sekitar 72.726 madrasah seluruh Indonesia. Angka tersebut adalah potensi besar bagi sumbangsih madrasah dalam menciptakan generasi terbaik berikutnya. Secara umum lembaga pendidikan Islam unggulan diformat dengan model dan gaya modern yang mengadopsi sisi-sisi meritokrasi dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai pendidikan tradisional atau konvensional sebelumnya. Bahkan, lembaga pendidikan Islam unggulan mencoba menawarkan bentuk sintesa baru yang mengkolaborasi antara tujuan pendidikan umum dengan tujuan pendidikan (agama) Islam yang sepadan. Bentuk sintesa ini kemudian diiringi dengan dukungan kualitas akademik, sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana, sumber pendanaan yang kuat serta penciptaan lingkungan yang baik.
Eksistensi madrasah unggulan tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan dan tuntutan modernisasi, kemajuan globalisasi dan informasi yang demikian cepat. Hadirnya madrasah unggulan dalam konstelasi nasional sempat memancing perhatian dan perbincangan dari berbagai pakar dan ahli pendidikan untuk menangkap makna terhadap gejala dan fenomena yang terpendam dibalik itu. Hal ini wajar, karena sistem pendidikan nasional masih dianggap belum mampu menunjukkan mutu pendidikan yang signifikan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan menyajikan tentang pengembangan madrasah unggulan sebagai salah satu upaya menjawab perkembangan dan perubahan zaman.

B.    RUMUSAN Masalah
1.         Bagaimana konsep pengembangan madrasah unggulan?
2.         Bagaimana aspek-aspek pengembangan madrasah unggulan?

C.    TUJUAN
1.         Untuk mengetahui konsep pengembangan madrasah unggulan.
2.         Untuk mengetahui aspek-aspek pengembangan madrasah unggulan.

D.    PEMBAHASAN
1.     Defenisi Madrasah Unggulan
Kata Madrasah secara etimologi merupakan isim makan yang berarti tempat belajar, dari kata darasa yang bararti balajar. Sedangkan secara terminologi istilah madrasah adalah nama atau sebutan bagi sekolah agama Islam, tempat proses belajar mengajar agama Islam secara formal yang mempunyai kelas dan memiliki kurikulum.[5] Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai Madrasah Pemula.[6]
Madrasah adalah lembaga pendidikan Islam yang telah dikenal sejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di Nusantara. Pengajaran dan pendidikan agama Islam timbul secara alamiah melalui proses akulturasi yang berjalan secara halus, perlahan dan damai sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.[7]
Terkait dengan sejarah munculnya madrasah, menurut Ali al-Jumbulati sebelum abad ke 10 M dikatakan bahwa madrasah yang pertama berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah di kota Nisabur, madrasah tersebut didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w.414 H). Sedang di masa pemerintahan Hindia Belanda hampir semua desa di Indonesia yang penduduknya sebagian beragama Islam terdapat Madrasah dengan bermacam-macam bentuk penyelenggaraan.[8] Pada waktu itu Madrasah mendapat bantuan dari pada sultan/raja-raja setempat. Sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dari masyarakat, Madrasah berjalan sesuai dengan kemampuan para pemimpin dan masyarakat pendukungnya, sehingga penyelenggaraan Madrasah sangat beragam.[9] Madrasah, ada yang diselenggarakan di dalam pondok pesantren ada yang diselenggarakan di luar pondok pesantren. Kata lain dari ”unggulan” seringkali disebuat dengan istilah ”model” atau ”percontohan”. Selain itu juga ada yang memakai istilah ”terpadu”, ”laboratorium” atau ”elite”.
Beberapa lembaga pendidikan Islam ada yang lebih senang memakai istilah ”model” ketimbang ”unggulan”. Sehingga wajar saja kalau ada istilah ”sekolah  atau madrasah model”, ”sekolah atau madrasah percontohan”, atau ”sekolah atau madrasah terpadu”. Madrasah model (unggulan) merupakan representasi dari kebangkitan umat Islam untuk kalangan menengah.[10] Dari segi pelabelan namanya, nampak sudah jelas dapat ditebak bahwa sekolah atau madrasah model (unggulan) semacam itu tampil dengan penuh visi dan inspirasi yang mengundang penasaran banyak orang. Dari segi nama, tampaknya lebih gagah dan menjanjikan kualitas masa depan para murid.
Istilah sekolah unggul pertama kali diperkenalkan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Wardiman Djojonegoro, tepatnya setahun setelah pengangkatannya, tahun 1994. Istilah sekolah unggul lahir dari satu visi yang jauh menjangkau ke depan, wawasan keunggulan. Menurut Wardiman, selain mengharapkan terjadinya distribusi ilmu pengetahuan, dengan membuat sekolah unggul ditiap-tiap propinsi, peningkatan SDM menjadi sasaran berikutnya. Lebih lanjut, Wardiman menambahkan bahwa kehadiran sekolah unggul bukan untuk diskriminasi, tetapi untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki wawasan keunggulan.
Di lingkungan kementerian agama, definisi madrasah unggulan adalah madrasah program unggulan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ditunjang oleh akhlakul karimah. Sementara sekolah Islam unggulan adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (out put) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut, maka masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.
Menurut Moedjirto, setidaknya dalam praktik dilapangan terdapat tiga tipe madrasah unggulan. Pertama, tipe madrasah berbasis pada anak cerdas. Tipe seperti ini madrasah hanya menerima dan menyeleksi secara ketat calon siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi. Meskipun proses belajar-mengajar di lingkungan madrasah tersebut tidak terlalu istimewa bahkan biasa-biasa saja, namun karena input siswa yang unggul, maka mempengaruhi outputnya tetap berkualitas.
Kedua, tipe madrasah berbasis pada fasilitas. Madrasah semacam ini cenderung menawarkan fasilitas yang serba lengkap dan memadahi untuk menunjang kegiatan pembelajarannya. Tipe ini cenderung memasang tarif lebih tinggi ketimbang rata-rata sekolah atau madrasah pada umumnya. Biaya yang tinggi tersebut digunakan untuk pemenuhan sarana dan prasarana serta sejumlah fasilitas penunjang lainnya.
Ketiga, tipe madrasah berbasis pada iklim belajar. Tipe ini cenderung menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungan madrasah. Lembaga pendidikan dapat menerima dan mampu memproses siswa yang masuk (input) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi. Tipe ketiga ini termasuk agak langka, karena harus bekerja ekstra keras untuk menghasilkan kualitas yang bagus.[11]
Untuk era global seperti sekarang ini sebuah madrasah 'dianggap' unggul jika memiliki fasilitas yang serba canggih dan mutaakhir (semua serba komputerisasi) kalau tidak memiliki fasilitas tersebut maka madrasah tersebut dianggap ketinggalan jaman dan tidak unggulan. Padahal madrasah unggulan tidaklah sesederhana itu. Sebuah madrasah dianggap unggul jika mampu menciptakan lulusan (output) yang unggul di berbagai bidang. Atau mampu melahirkan lulusan yang diterima di jenjang pendidikan di atasnya yang mendapat pengakuan di masyarakat. Atau juga meluluskan tenaga kerja terampil dan siap.
Lulusan unggulan atau ideal adalah lulusan yang:
a.         Memiliki sikap keagamaan yang lurus
b.        Memiliki kepribadian yang utama
c.         Memiliki jasmani yang kuat
d.        Memiliki nilai akademik yang tinggi
e.         Memiliki ketrampilan kerja khusus
f.         Menguasai tekhnologi dan sarana informasi
g.        Diterima di jenjang pendidikan favorit di atasnya[12]
Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa madrasah unggulan adalah lembaga pendidikan Islam yang memiliki komponen unggul, yang tercermin pada sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa) sarana prasarana, serta fasilitas pendukung lainnya untuk menghasilkan lulusan yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara terampil, memiliki kekokohan spiritual (iman dan/atau Islam), dan memiliki kepribadian akhlak mulia.
Ditpenma memberikan apresiasi pendidikan Islam dengan tema Menyemai Diversifikasi Madrasah Par Excellence. Ada beberapa kategori madrasah yang diapresiasi. Kategori-kategori tersebut dibuat berdasarkan keunggulan-keunggulan yang ada di madrasah, yakni Madrasah Riset, Madrasah Kewirausahaan, Madrasah Vokasional, Madrasah Kegamaan dan Perpustakaan Madrasah Inspiratif.[13]
2.     Aspek-aspek Pengembangan Madrasah Unggulan
Dalam pelaksanaannya, madrasah unggulan perlu mendapat dukungan beberapa unsur pokok yang harus terpenuhi. Idealnya kata unggulan itu memiliki performansi yang sebanding lurus dengan amanah yang diembannya guna memenuhi harapan dan kepercayaan dari stakeholders, orangtua siswa, masyarakat dan pemerintah.
Menurut Imron Arifin, unsur pendukung madrasah berprestasi (unggul) itu setidaknya ada sembilan faktor, yaitu:
a.         Faktor sarana dan prasarana. Meliputi (1) fasilitas sekolah yang lengkap dan memadahi, (2) sumber belajar yang memadahi dan (3) sarana penunjang belajar yang memadahi.
b.        Faktor guru. Meliputi (1) tenaga guru mempunyai kualifikasi memadahi, (2) kesejahteraan guru terpenuhi, (3) rasio guru-murid ideal, (4) loyalitas dan komitmen tinggi, dan (5) motivasi dan semangat kerja guru tinggi.
c.         Faktor murid. Meliputi (1) pembelajaran yang terdiferensiasi, (2) kegiatan intra dan ekstrakulikuler bervariasi, (3) motivasi dan semangat belajar tinggi, (4) pemberdayaan belajar bermakna.
d.        Faktor tatanan organisasi dan mekanisme kerja. Meliputi (1) tatanan organisasi yang rasional dan relevan, (2) program organisasi yang rasional dan relevan, (3) mekanisme kerja yang jelas dan terorganisasi secara tepat.
e.         Faktor kemitraan. Meliputi (1) kepercayaan dan harapan orangtua tinggi, (2) dukungan dan peran serta masyarakat tinggi, (3) dukungan dan bantuan pemerintah tinggi.
f.          Faktor komitmen/sistem nilai. Meliputi (1) budaya lokal yang saling mendukung, (2) nilai-nilai agama yang memicu timbulnya dukungan positif.
g.        Faktor motivasi, iklim kerja, dan semangat kerja. Meliputi (1) motivasi berprestasi pada semua komunitas sekolah, (2) suasana, iklim kerja dan iklim belajar sehat dan positif, dan (3) semangat kerja dan berprestasi tinggi.
h.        Faktor keterlibatan Wakil Kepala sekolah dan guru-guru. Meliputi (1) keterwakilan kepala sekolah dalam pembuatan kebijakan dan pengimplementasiannya, (2) keterwakilan kepala sekolah dan guru-guru dalam menyusun kurikulum dan program-program sekolah, dan (3) keterlibatan wakil kepala sekolah dan guru-guru dalam perbaikan dan inovasi pembelajaran.
i.          Faktor kepemimpinan kepala sekolah. Meliputi (1) piawai memanfaatkan nilai religio-kultural, (2) piawai mengkomunikasikan visi, inisiatif, dan kreativitas, (3) piawai menimbulkan motivasi dan membangkitkan semangat, (4) piawai memperbaiki pembelajaran yang terdiferensiasi, (5) piawai menjadi pelopor dan teladan, dan (6) paiwai mengelola administrasi sekolah.[14]
Selain dari pandangan di atas, penulis ingin menjelaskan dan barangkali menambahkan beberapa unsur pendukung utama yang harus dimiliki oleh madrasah dan sekolah Islam unggulan. Paling tidak, ada tiga hal yang perlu tersedia, yaitu (1) sumber daya manusia unggul, (2) sarana prasarana akademik yang representatif, dan (3) fasilitas penunjang internalisasi nilai keislaman.
1.     Sumberdaya Manusia Unggul
Sumber daya manusia (SDM) merupakan asset terpenting yang dimiliki oleh madrasah dan sekolah Islam unggulan. Rekrutmen dan pengembangan SDM harus dilakukan secara terus menerus karena merupakan salah satu perioritas untuk menggapai kualitas/mutu akademik yang baik. Sumber daya manusia dimaksud meliputi; guru, tenaga administrasi (karyawan), dan tenaga laboran.
Sebagai lembaga unggulan, madrasah dan sekolah Islam harus membuat profil sumber daya manusia, terutama bagi guru-guru, dengan kreteria performent sebagai berikut:
a.       menampakkan diri sebagai sosok muslim dimana saja ia berada.
b.      memiliki wawasan keilmuan yang luas dan profesionalisme yang tinggi, kreatif, dinamis dan inovatif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
c.       menunjukkan sikap dan perilaku jujur, amanah dan berakhlak mulia serta dapat menjadi panutan bagi kolega, siswa dan siapa saja.
d.      menampakkan dedikasi dan disiplin tinggi serta mematuhi kode etik profesi guru
e.       memiliki kesadaran tinggi dalam bekerja yang didasari oleh niat beribadah dan selalu berupaya meningkatkan kualitas pribadi
f.       bertindak secara arif dan bijak dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah.
g.      memiliki sifat sabar, ikhlas dan akomodatif dalam pergaulan
h.      mengedepankan prasangka baik dan menjahui prasangka buruk
Dari delapan performent tersebut di atas diharapkan cita-cita dan harapan masyarakat terhadap madrasah dan sekolah Islam unggulan lebih mantap dan yakin. Sebab lembaga pendidikan Islam dituntut menjadi pionir dan tauladan dalam mengedepankan kualitas, menjunjung etika atau moral dan sikap profesionalisme.
Profesionalisme guru sangat dibutuhkan untuk mengembangkan mutu dan daya saing institusi. Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang profesional.[15] Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya.
Menurut Supriadi, penggunaan istilah  profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.[16]
Konsep profesionalisme, seperti yang dikembangkan oleh Hall, kata tersebut banyak digunakan peneliti untuk melihat bagaimana para profesional memandang profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka. Konsep profesionalisme seperti yang dijelaskan Sumardi,[17] bahwa ia memiliki lima prinsip atau muatan pokok, yaitu: pertama, afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
Kedua, kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pendangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus. Ketiga, keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
Keempat, dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan tetap untuk melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani dan setelah itu baru materi, dan yang kelima, kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur derajat sikap profesional seseorang. Berdasarkan defenisi tersebut maka profesionalisme adalah konsepsi yang mengacu pada sikap seseorang atau bahkan bisa kelompok, yang berhasil memenuhi unsur-unsur tersebut secara sempurna. Itulah gambaran bagaimana sikap profesionalisme sumber daya manusia unggul yang disertai dengan jiwa dan semangat yang tinggi terhadap profesi (pekerjaan) yang disandangnya.
Selain itu, guru harus memegang teguh etika profesi keguruan, yaitu 1) berbakti membimbing anak didik seutuhnya; 2) memiliki kepemimpinan profesional; 3) membina komunikasi, terutama memperoleh informasi tentang anak didik; 4) menelusuri hubungan dengan orang tua murid untuk kepentingan anak didik; 5) memelihara hubungan baik dengan masyarakat; 6) berusaha meningkatkan mutu profesinya; 7) memelihara hubungan antar sesama guru; 8) membina dan memelihara mutu organisasi profesional; 9) melaksanakan sesuatu yang berhubungan dengan ketata-pemerintahan.[18] 
2.    Sarana dan Prasarana Akademik
Untuk menunjang program pendidikan yang berkualitas tinggi diperlukan sarana dan prasarana akademik yang representatif. Setidaknya ada lima hal yang harus dipenuhi dalam menunjang kegiatan pendidikan di madarsah dan sekolah Islam unggulan.
a.         Ruang Belajar yang Representatif
Madrasah dan sekolah unggulan biasanya dapat dengan mudah kita lihat dari segi fisiknya, yaitu tatanan gedung sekolah yang megah dan indah yang mampu menciptakan lingkungan yang edukatif. Gedung sekolah memang setidaknya menjadi daya tarik dan sekaligus kenyamanan dalam suasana belajar. Faktor eksternal ini penting, karena pembelajaran sangat membutuhkan sebuah ruang belajar yang memadahi dan representatif.
Untuk mendukung efektifitas dan efesiensi belajar, madrasah dan sekolah Islam unggulan perlu menyediakan ruang belajar yang asri dan nyaman bagi para murid. Ruang belajar merupakan sarana yang urgen dan pokok, sehingga semua ruang kelas belajar dapat dipenuhi fasilitas yang menunjang kegiatan belajar, misalnya dilengkapi LCD dan komputer, VCD player untuk menjelaskan materi yang berbasis CD/VCD, bahkan bila mungkin setiap ruang/gedung dilengkapi dengan CCTV agar proses belajar mengajar dapat dipantau secara maksimal. Untuk kebutuhan khusus, ruang belajar dapat didesain secara menarik, agar terjadi interaksi dan pergumulan belajar yang mampu menumbuhkan budaya dan kultur akademik yang tinggi.
Melalui ruang belajar yang representatif itu perlu dikembangkan lebih lanjut dengan pembelajaran yang menerapkan sistem berbasis klasikal dan dipadu dengan berbasis riset atau eksperimen melalui laboratorium atau ruang yang khusus untuk pembelajaran materi tertentu. Bila perlu, terdapat layanan free hotspot yang telah di back up (disterilkan dari website terlarang) terlebih dahulu untuk  menambahkan suasana belajar lebih menarik.
b.        Perpustakaan
Perpustakaan adalah jantungnya sebuah lembaga pendidikan. Keberadaaan perpustakaan sekolah atau madrasah dimaksudkan untuk menampung koleksi buku, jurnal, majalah, CD pembelajaran yang berguna mengembangkan keilmuan para peserta didik di sekolah dan madrasah. Sesuai dengan tingkat kebutuhan para pelajar, perpustakaan dapat dilengkapi dengan alat digital yang canggih untuk melayani sistem peminjaman dan pengembalian secara elektronik. Buku-buku yang terkoleksi tidak saja berbahasa Indonesia, akan tetapi bahasa asing (arab dan/atau inggris). Selain buku, perpustakaan juga menyediakan sumber koleksi jurnal, hasil penelitian, CD corner, dan majalah.
Melalui perpustakaan, para siswa dapat belajar secara mandiri (otodidak) yang dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya secara maksimal. Sebagai jendela peradaban, pepustakaan merupakan sumber belajar sekolah yang efektif untuk menciptakan kultur akademik yang unggul. Menyadari begitu pentingnya perpustakaan, madrasah dan sekolah Islam unggulan harus menjadikannya sebagai aset utama, serta sebagai wahana sumber belajar yang lengkap dan representatif.
c.         Laboratorium
Sebagai penunjang mutu pengembangan akademik, laboratorium difungsikan untuk meningkatkan kompetensi dan skill siswa. Melalui laboratorium para guru dan siswa dapat melakukan riset dan eksperimen bersama-sama guna menghasilkan temuan-temuan yang handal, hebat dan bermanfaat yang berguna tidak saja bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat luas.
Dalam madrasah dan sekolah Islam unggulan semestinya laboratorium dirancang untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang berbasis integratif, yakni dengan memadukan antara perspektif Islam (al-Qur’ani –Hadits) dan sains. Bila hal ini dapat dilakukan para guru dan siswa, maka kontekstualisasi pembelajaran semakin lebih berbobot.
Para siswa diajak untuk melihat gejala dan fenomena ilmu pengetahuan dengan sentuhan nilai-nilai ajaran Islam, yakni al-Qur’an  dan hadits. Laboratorium sebagai pusat pembelajaran sangat menjanjikan kualitas masa depan para siswa, karena melalui observasi, riset dan eksperimen mereka akan mendapat pengalaman yang lebih berarti bagi dirinya.
3.     Fasilitas Penunjang Internalisasi Nilai Keislaman
a.         Boarding (asrama atau ma’had)
Beberapa madrasah dan sekolah Islam unggulan yang ada di tanah air, baik tingkat dasar sampai menengah atas, ada yang memadukan antara sistem pendidikan madrasah atau sekolah dengan sistem pesantren (ma’had/asrama). Keberadaan ma’had ini sangat penting dan strategis untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu terwujudnya kepribadian, kemandirian, serta menanamkan nilai-nilai spiritual dan akhlak kepada siswa.
Disamping itu, fungsi ma’had adalah untuk mengembangkan pembelajaran bahasa asing, yaitu bahasa Arab dan Inggris. Sebagai salah bentuk keunggulan yang harus dimiliki oleh madrasah atau sekolah Islam unggulan. Tujuan didirikannya ma’had dilingkungan madrasah atau sekolah Islam adalah untuk menciptakan suasana kondusif bagi pembiasaan belajar berkomunikasi bahasa asing, melatih dan membiasakan shalat berjama’ah, membaca dan menghafalkan al-qur’an, serta melakukan kajian-kajian keislaman.
b.        Masjid
Masjid merupakan pilar utama yang dikembangkan di lingkungan madrasah dan sekolah Islam. Untuk menerjemahkan visi-misi dan tujuan pendidikan madrasah dan sekolah Islam unggulan itu, maka masjid dapat difungsikan untuk mengisi kedalaman spiritual bagi semua warga sekolah atau madrasah. Melalui masjid, kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, para guru dan karyawan, serta semua siswa dapat membiasakan shalat jama’ah, dzikir bersama, khatmul qur’an, hifdzul qur’an serta sebagai pusat kajian-kajian keislaman.
Kalau madrasah itu menerapkan sistem boarding (asrama), maka peran masjid menjadi sangat sentral. Semua warga sekolah atau madrasah dapat secara bersama sama memfungsikan masjid sebagai sarana ibadah dan tempat mendalami kandungan al-qur’an dan hadits. Masjid digunakan sebagai wahana pembinaan spiritual bagi seluruh siswa, terutama menumbuh-kembangkan mental, moral dan karakter siswa yang mereka selama 24 jam hidup di lingkungan madrasah atau sekolah.
4.     Perencanaan Madrasah dan Sekolah Unggulan
a.         Reformulasi Visi-Misi dan Tujuan Kelembagaan
Setiap madrasah unggulan memiliki visi-misi dan tujuan yang berjangkaun luas. Hadirnya pendidikan madrasah unggulan adalah untuk mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas dan memberi kontribusi pada perbaikan kualitas SDM Indonesia yang lebih mumpuni.
Umat Islam pada umumnya merindukan sebuah lembaga pendidikan Islam yang unggul dan berprestasi. Menurut Azumardi Azra, bahwa tujuan munculnya madrasah unggulan merupakan proses “santrinisai” masyarakat muslim Indonesia. Proses santrinisasi itu dapat digambarkan melalui dua cara. Pertama, siswa pada umumnya telah mengalami “islamisasi” namun perlu mendapat perhatian dan penekanan lebih mendalam lagi, selain mempelajari ilmu-ilmu umum secara berkualitas. Mereka dibimbing lebih intensif bagaimana membaca al-Qur’an secara fasih, melaksanakan shalat dengan tepat dan benar, hingga memahami nilai-nilai ajaran substansial dalam Islam.
Kedua, ketika para siswa belajar di madrasah unggulan itu pulang ke rumah, mereka dapat mengajarkan kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak, para siswa memiliki rasa tanggungjawab kepada orangtua dan keluarganya untuk mendakwahkan misi dan tujuan Islam yang mulia itu.[19]
Untuk menjadikan madrasah itu benar-benar unggul, perlu sebuah formulasi konsep, visi-misi dan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga itu. madrasah unggulan bukan sekadar slogan dan nama, melainkan mengemban amanah yang mulia untuk melahirkan lulusan yang mutunya baik. Visi-misi dan tujuan itu kemudian dijadikan sebagai acuan dan nilai-nilai bagi para pimpinan, guru dan karyawan serta para siswa untuk mendasari setiap aktivitas dan kegiatan pembelajarannya.
Melalui visi-misi dan tujuan itu, maka madrasah unggulan akan dapat memetakan rencana strategis dan serangkaian program yang relevan dan signifikan. Misalnya apakah sistem madrasah itu diformat dengan sistem perpaduan antara pesantren dengan pendidikan madrasah, atau menentukan program full day school sebagai langkah dan upaya untuk mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkannya. Penyusunan visi-misi dan tujuan kelembagaan membutuhkan kerja kolektif antara pimpinan, para guru dan warga madrasah. Sebab, rumusan itu harus dapat diterima oleh semua pihak dan dapat dijalankan siapa saja yang berada di lingkungan institusi tersebut.
b.        Analisis Kebutuhan Sistem Akademik dan kelembagaan
Madrasah unggulan membutuhkan perencanaan yang holistik dan padu. Misalnya analisis tentang pengembangan sumberdaya, sarana dan prasarana, manajemen kesiswaan, peningkatan manajerial kepala madrasah dan pengembangan kurikulum.
Keunggulan madrasah bisa dilihat dalam dalam beberapa ciri pokok yaitu: (1) kepemimpinan dan manajemen yang kuat (2) kualitas sumberdaya yang unggul (3) input siswa berkualitas (4) sarana dan prasarana yang mendukung, termasuk sistem asrama jika dimungkinkan (5) kurikulum yang berkembang secara adaptif, termasuk ekstrakurikuler (6) kerjasama kelembagaan dan dukungan masyarakat luas.
Pada aspek kepemimpinan dan manajemen, kepemimpinan madrasah unggulan dipacu dengan peningkatan kualitas kepribadian, peningkatan kemampuan manajerial dan pengetahuan konsep-konsep pendidikan kontemporer yang dilakukan melalui pendidikan short-course, orientasi program, yang dilaksanakan secara simultan dan kontinyu.
Peningkatan kualitas sumberdaya dimulai dengan peningkatan kualitas guru bidang studi dengan memberikan kesempatan belajar kejenjang pendidikan S-2/S-3 di dalam dan luar negeri dan short-course sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan kualitas tenaga kependidikan seperti tenaga ahli perpustakaan, laborat dan administrasi juga merupakan fokus garapan dalam peningkatan kualitas madrasah/sekolah unggulan. Program-program yang dikembangkan juga beragam. Dan yang unik, peningkatan kualitas sumberdaya manusia juga melibatkan komite madrasah/sekolah, pengawas pendidikan, pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG) baik ditingkat kecamatan, maupun kota/kabupaten.
Peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan difokuskan untuk pengadaan peralatan dan ruangan Laboratorium terpadu, Lab Fisika, Biologi, Bahasa dipadukan dengan Lab. Komputer. Dengan adanya Lab terpadu ini, madrasah dan sekolah Islam unggulan dimungkinkan dapat melakukan pembelajaran mandiri, sebab sudah dilengkapi dengan modul-modul yang memacu pembelajaran aktif (active learning) dan pembelajaran berbasis kompetensi. Selain itu fasilitas penunjang lain seperti masjid dan pesantren dapat difungsikan untuk memacu soft skill bagi para guru dan siswa.
Kurikulum madrasah juga digarap sedemikian rupa untuk memacu keunggulan dalam aspek muatan lokal, ketrampilan-ketrampilan vokasional, dan ekstra kurikuler. Dalam pengembangan muatan lokal di madrasah model dimungkinkan penambahan jam belajar diluar jam madrasah, sehingga siswa berada lebih lama di lingkungan madrasah. Muatan lokal bisa berbentuk ciri khas keunggulan daerah seperti kesenian, budaya, bahasa, ketrampilan khusus, sesuai dengan kebutuhan.
Ketrampilan vokasional merupakan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh keahlian khusus di bidang-bidang pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus, seperti pertanian, perbengkelan, tata-busana, tata-boga, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan ekstra adalah kegiatan pendukung yang memungkinkan siswa untuk meningkatkan minat dan bakat, misalnya seni, pramuka, palang-merah, pecinta-alam, organisasi siswa, koperasi pelajar, musik, drumband, komputer, dan lain sebagainya.
Kerjasama kelembagaan dan menggerakkan dukungan msyarakat merupakan keunggulan madrasah yang memang sudah menjadi ciri khas, sebab pada dasarnya madrasah merupakan community based education. Ketersediaan pendanaan sektor pendidikan madrasah yang terbatas dan sustainabilitas program pengembangan madrasah mutlak membutuhkan dukungan masyarakat dan kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah maupun swasta. Hal ini sudah dirintis sejak program perintisan madrasah model, unggulan dan terpadu, seagai sebuah exit strategy yang diterapkan dengan melibatkan masyarakat dan pemrintah terkait dalam perencanaan program dan evaluasi.
c.         Memahami Konteks Geografis dan Budaya
Dewasa ini kecenderungan madrasah unggulan dapat tumbuh dan menjamur di mana-mana. Pada dekade 90-an, madrasah unggulan semacam itu hanya dapat tumbuh di sejumlah kota, seperti Jakarta, Surabaya, Cirebon, Semarang dan beberapa kota lainnya. Kini madrasah unggulan itu tidak selalu identik dengan budaya kota, tetapi telah merambah ke desa-desa.
Ada kelebihan dan keunggulan yang tampak dimiliki oleh madrasah unggulan bila posisinya berada di wilayah desa, bila dibanding dengan berada di kota-kota besar. Kelebihan itu adalah tingkat atmosfir dan dialektika pergaulan sehari-hari para siswa masih alami dan natural, dibanding dengan wilayah kota, yang telah terkontaminasi oleh kultur/budaya asing, bahasa, dan pergaulan yang bebas.
5.     Pengembangan Madrasah dan Sekolah Unggulan
Dalam rangka mewujudkan pengembangan madrasah unggulan memerlukan langkah dan upaya yang fisibel dan kredibel. Sebab saat ini madrasah unggulan harus bersaing dengan beberapa lembaga pendidikan yang sedang mencanangkan program rintisan madrasah bertaraf internasional (RMBI).
Perencanaan (pengembangan) membutuhkan langkah strategis untuk mengembangkan keunggulan madrasah unggulan. Penguatan keunggulan lembaga tersebut melalui cara membangun cita dan kultur akademik yang kokoh. Cita-cita didirikannya madrasah adalah sangat mulia, yaitu ingin melahirkan lulusan yang unggul di bidang akademik, spiritual dan moral. Selama ini, hanya ada dua lembaga pendidikan yang melahirkan identitas ilmuwan yang berbeda. Yaitu pondok pesantren yang ingin melahirkan ulama’ (ahli agama) dan sekolah umum yang ingin melahirkan kaum intelektual (akademis). Madrasah unggulan selama ini sesungguhnya bercita-cita ingin meraih kedua corak tersebut, yakni mencetak calon ulama’ sekaligus intelek atau intelek yang sekaligus ulama’.
Visi dan misi yang ideal tersebut harus diperjuangkan dan diwujudkan melalui pembenahan berbagai aspek, baik terkait dengan konsep bangunan keilmuannya (kurikulum), sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana, kelembagaan maupun leadership dan managerialnya.
Langkah strategis untuk melakukan pengembangan madrasah unggulan tersebut memerlukan upaya sebagai berikut:
a.         Membangun Mindset Secara Kolektif
Untuk mengembangkan mutu madrasah unggulan membutuhkan pandangan, cita-cita, imajinasi, nilai-nilai keyakinan yang kuat dan kolektif. Walaupun seringkali muncul sebuah perbedaan (konflik) di madrasah, yang cukup mengganggu kepentingan institusi yang akan dikembangkan bersama-sama. Tatkala tumbuh konflik kepentingan, antara kepentingan individu dan institusi, maka yang harus dimenangkan adalah kepentingan institusi. Aspek kepentingan institusi harus dibangun secara kolektif dengan orientasi yang sama. Kepentingan institusi harus dikedepankan daripada kepentingan individu.
Mindset yang perlu dibangun pada madrasah unggulan adalah menanamkan keyakinan dan tekad bersama kepada seluruh warga madrasah. Mereka digerakkan untuk memperjuangkan keunggulan institusi, dengan cara mengimplementasikan visi, misi, tradisi, orientasi dan mimpi-mimpinya ke depan selalu disosialisasikan oleh pimpinan di semua tingkatan melalui berbagai bentuk publikasi, baik secara lisan, tulisan dan bahkan media lainnya secara terus menerus ke seluruh warga madrasah atau sekolah. Mindset secara kolektif tersebut menjadi modal sosial (social capital) bagi pengembangan kultur akademik di madrasah atau sekolah Islam unggulan ke depan. Madrasah unggulan membutuhkan lingkungan akademik yang handal dan tekad bersama. Inspirasi dan semangat inilah yang harus dibangun dan dikembangkan untuk meningkatkan mutu akademik dan institusinya.
Pengembangan cita dan kultur akademik sesungguhnya selaras dengan visi dan misi madrasah unggulan. Kata ”keunggulan” menyiratkan adanya kekuatan dan kelebihan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain pada umumnya. Ciri dan karakteristik tersebut harus dijaga sekaligus dihidupkan agar persepsi masyarakat tidak salah tangkap. Istilah unggulan bukan hanya sekadar nama dan label, akan tetapi merupakan gambaran utuh yang didalamnya terdapat suasana akademik yang unggul, kultur lembaga (budaya organisasi) yang efektif, kualitas pembelajaran (learning quality) yang kreatif dan inovatif, serta internalisasi nilai-nilai keislaman yang aktual dalam setiap perilaku, sikap dan perbuatan sehari-hari di madrasah.
b.        Menciptakan Inovasi secara Terus Menerus
Keunggulan lembaga madrasah sesungguhnya terletak pada inovasinya. Inovasi merupakan usaha dan kerja nyata untuk mencari dan membuat hal baru demi meraih kemajuan dan keunggulan bagi lembaga pendidikan itu sendiri. Inovasi harus didasarkan pada kebutuhan idealita dan realita agar lembaga madrasah terus maju dan berkembang.
Inovasi tiada henti harus terus menerus digerakkan untuk memacu kualitas dan daya saing yang tinggi. Inovasi tidak saja diperlukan untuk selalu menyempurnakan kondisi madrasah, tetapi juga penting untuk membangun keutuhan (holistika) tujuan pendidikan madrasah dan sekolah Islam. Usaha dan kerja nyata itu ditempuh secara serentak, menyeluruh dan padu di antara beberapa elemen yang ada di madrasah.
Bentuk inovasi itu misalnya, perbaikan atau penambahan sarana fisik, akademik, tenaga guru dan karyawan, perekrutan siswa dan seluruh aspek yang ada. Inovasi lainnya misalnya menciptakan kultur madrasah berbasis bilingual, mentradisikan hafalan al-qur’an, menggerakkan pusat seni dan olah raga, dan seterusnya. Modal seperti inilah yang harus dituangkan dalam visi dan orientasi madrasah unggul itu.
Melalui usaha demikian dimaksudkan agar madrasah unggulan dapat  menawarkan sesuatu yang baru,  yang khas dan memiliki keunikan yang diperhitungkan oleh banyak orang. Tugas ini membutuhkan seorang pemimpin yang imajinatif dan didukung oleh warga madrasah yang dedikatif dan istiqamah. Tanpa modal itu inovasi sulit diwujudkan dalam kerangka operesional di lapangan.
c.         Memanfaatkan Teknologi Informasi
Menurut hemat penulis, untuk memajukan madrasah yang merata dan berkualitas membutuhkan energi pikiran, tenaga dan usaha yang tiada henti. Madrasah unggulan saatnya mengembangkan pembelajaran berbasis digital, selain yang sudah ada, guna mengefektifkan program dan kegiatan pendidikan yang lebih maksimal.
Pendidikan madrasah unggulan jangan sampai tertinggal di bidang teknologi informasinya. Dengan pemanfaat IT tersebut para siswa dapat belajar lebih intensif, disamping melalui sistem reguler dan kurikuler. IT dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang mudah dan berjangkauan luas, tanpa hambatan waktu dan tempat. Untuk menciptakan mutu layanan akademik, menurut hemat penulis dapat kembangkan sistem digital di sekolah atau madrasah. Hampir semua aktivitas akademik melibatkan internet, sehingga program-program sekolah atau madrasah dapat berjalan secara sinergis antara unit satu dengan unit-unit lainnya. Melalui proses digital ini, upaya untuk memajukan madrasah atau sekolah sangatlah mudah diukur dan dirasakan oleh para pengguna.




Gambar 3. Skema Pengembangan Madrasah.[20]

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa arah pengembangan madrasah dapat diaktualisasikan dengan menghadirkan tiga desain besar pendidikan madrasah, yaitu: (1) Madrasah Unggulan; (2) Madrasah Model; dan (3) Madrasah Kejuruan/Reguler. Madrasah Unggulan terletak di tiap propinsi sebanyak masing-masing satu buah. Demikian juga dengan Madrasah Model berada di tiap-tiap kabupaten masing-masing satu buah. Sementara Madrasah Reguler atau Kejuruan didirikan sesuai dnegan kebutuhan masyarakat setempat. Keberadaan Madrasah Unggulan masing-masing propinsi dimaksudkan agar pemerintah daerah setempat memiliki wadah (center for exellence) untuk mempersiapkan SDM Masa depan. Demikian juga dengan Madrasah Model yang berada pada masing-masing Kabupaten. Keberadaan Madrasah reguler atau kejuruan di maksudkan untuk menampung dan mempersiapkan SDM (siap pakai) dengan keahlian khusus. Pendekatan ini diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya eksudos dan pemusatan SDM bermutu di satu lokasi pendidikan. Di samping itu, agar tumbuh persaingan sehat dari masing-masing daerah dalam melahirkan SDM yang bermutu.[21]
Madrasah unggul merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh ditunjang oleh akhlakul karimah. Madrasah unggul dikembangkan untuk mencapai keistimewaan dalam keluaran pendidikannya. Untuk mencapai keistimewaan tersebut, maka masukan, proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.
Ciri-ciri Madrasah unggul adalah Madrasah yang memiliki indikator sebagai berikut: (1) prestasi akademik dan non-akademik di atas rata-rata sekolah yang ada di daerahnya; (2) sarana dan prasarana dan layanan yang lebih lengkap; (3) sistem pembelajaran lebih baik dan waktu belajar lebih panjang; (4) melakukan seleksi yang cukup ketat terhadap pendaftar; (5) mendapat animo yang besar dari masyarakat, yang dibuktikan banyaknya jumlah pendaftar dibanding dengan kepasitas kelas; (6) biaya sekolah lebih tinggi dari sekolah disekitarnya.
Kementrian Agama sebagai salah satu pelaksana program pendidikan sekolah telah mengembangkan beberapa jenis madrasah unggulan, yaitu: Madrasah Aliyah Keagamaan, Madrasah Tsanawiyah Terbuka, Madrasah Model, Madrasah Aliyah Unggulan dan Madrasah Aliyah Ketrampilan. Pengembangan kelembagaan di lingkungan madrasah dan sekolah Islam tidak hanya berhenti pada beberapa jenis sekolah di atas, tetapi terus berkembang hingga saat ini. Wacana pengembangan sekolah terpadu dan bertaraf internasional yang saat ini banyak diminati merupkan bagian dari pengembangan lebih lanjut dari beberapa jenis lembaga pendidikan di atas.

E.    Penutup
1.        Madrasah unggulan adalah lembaga pendidikan Islam yang memiliki komponen, budaya dan iklim unggul dan efektif, yang tercermin pada sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa) sarana prasarana, serta fasilitas pendukung lainnya untuk menghasilkan lulusan yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara terampil, memiliki kekokohan spiritual (iman dan/atau Islam), dan memiliki kepribadian akhlak mulia.
2.        Aspek-aspek pengembangan madrasah unggulan meliputi sumber daya manusia yang unggul, Sarana-prasarana (ruang belajar yang representatif, perpustakaan dan laboratorium), fasilitas penunjang (boarding/ma’had, masjid atau mushala). Madrasah unggulan harus dirancang sesuai dengan visi-misi dan tujuan kelembagaan, Analisis Kebutuhan Sistem Akademik dan kelembagaan, dan Memahami Konteks Geografis dan Budaya. Sedangkan pengembangannya memerlukan kebersamaan dan maindset secara kolektif, Inovasi secara Terus Menerus, dan memanfaatkan Teknologi Informasi.



Daftar Pustaka

Arifin, Imron. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi, Yogyakarta: Aditya Media, 2008.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam: dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

Departemen Agama RI. Desain Pengembangan Madrasah. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004.

Haedari, Amin. Petunjuk Teknis Pondok Pesantren. Jakarta : Depag RI Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2004

Moedjiarto. Sekolah Unggul, Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2002.

Natsir, M. Kapita Selekta, Jakarta: Bulan Bintang, 1954.  

Noer, Deliar Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1982

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Edisi III.

Sjafri Sairin. Membangun Profesionalisme Muhammadiyah, Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi [LPTP] , 2003.

Sumardi, Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja, Tesis, Undip, 2001.

Supiana. Sistem Pendidikan Madrasah Unggulan, Depag RI: Balitbang dan Diklat, 2008.

Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998.

Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah. Jakarta: Depag RI Direktorat Jendral Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2003.

Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta : Depag RI Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2003.
Yohanes Sri Guntur, dkk., Analisis Pengalaman Terhadap Profesionalisme dan Analisis Pengaruh Profesionalisme Terhadap Hasil Kerja, dalam Jurnal Manajemen dan Sistem Informasi (MAKSI) Undip, Semarang, Vol. 1, Agustus 2002.



http://man1banjarnegara.sch.id/berita-14-sebuah-konsep-madrasah-unggulan.html diakses tanggal 19 April 2016.


[1] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1982), h. xi
[2] Secara kelembagaan, madrasah diatur dalam PP no. 28 tahun 1990 yang menyatakan bahwa:”sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah.” Hal ini dijabarkan lagi dengan KMA no. 368, 369, dan 370 tahun 1993 yang masing-masing tentang MI, MTs dan MA.
[3] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 78.
[5] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3. (Jakarta : Ichtiar Baru vanhoeve, 2002), h. 105
[6] Abd. Hamid Al-Hasyimi, Arrasulul Arabiyul Murrabiyu. (Riyad: t.p., 1985), h. 200
[7] Irsal. Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah. (Jakarta : Depag RI Direktorat Jendral Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2003), h. 1
[8] Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya. (Jakarta : Depag RI Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2003), h. 22
[9] Amin Haedari. Petunjuk Teknis Pondok Pesantren. (Jakarta : Depag RI Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2004), h. 1
[10] Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta, Logos, 1999) h. 69-75.
[11] Moedjiarto, Sekolah Unggul, (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2002), h.  34.
[14] Arifin, Imron, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi, (Yogyakarta: Aditya Media, 2008) h. 322-323.
[15] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, h. 897.
[16] Supriadi, Dedi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 1998), h. 94-95.
[17] Sumardi, Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja, Tesis, Undip, 2001.
[18] Hasil kongres XIII. Lihat Daulay, Pendidikan, h. 82.
[19] Azra, Azyumardi, Pendidikan, h. 73-74.
[20] Departemen Agama RI, Desain Pengembangan Madrasah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), h. 70
[21]Ibid., h. 53

1 komentar: