Selasa, 27 September 2016

ISRO'ILIYYAT DALAM PENAFSIRAN AL-QUR'AN



ISRO'ILIYYAT DALAM PENAFSIRAN AL-QUR'AN

A.    Pendahulua
Al-Qur'an merupakan satu mukjizat yang sesuai untuk semua zaman, keadaan, dan juga tempat. Oleh itu, ia memerlukan satu penafsiran yang kukuh untuk memudahkan orang awam memahami kandungan al-Qur'an dan seterusnya dapat menghayati segala isi kandungannya. Penafsiran yang dilakukan tidak berhati-hati akan memudahkan unsur-unsur Isrª'iliyyªt dan khurafat memasuki ke dalam kitab-kitab tafsir. Unsur-unsur Isrª'iliyyªt ini menyerap masuk ke dalam kitab tafsir kerana sikap ambil mudah penafsir. Mereka terus menukilkan tafsir tanpa mengira kesahihan cerita tersebut.
Islam adalah agama yang shumul. Segala pengajaran, arahan dan larangannya adalah merangkumi seluruh aspek kehidupan manusia. Sejajar dengan itu, al-Qur'an diturunkan sebagai kitªbullªh yang mempunyai panduan dan hidayah kepada seluruh umat manusia, lengkap dengan segala isi kandungannya sama ada dari segi aqidah, ibadah, perundangan, akhlak, sejarah dan sebagainya. Al-Qur'an dinukilkan secara mutawatÌr dan merupakan kitab yang sentiasa dipelihara isi kandungannya oleh Allah daripada diselewengkan oleh musuh-musuh-Nya. Namun begitu, terdapat setengah para penafsir dahulu atau masa kini yang memasukkan unsur-unsur Isrª'iliyyªt dalam penafsiran mereka.
Maka dari itu, kami akan membahas tentang Isrª'iliyyªt dalam penafsiran al-Qur'an untuk mengetahui defenisi, pengaruhnya terhadap tafsir, tokoh periwayatnya serta beberapa pendapat tentang Isrª'iliyyªt.

B.     Pengertian Isrª'iliyyªt
Kata Israil merupakan bahasa Ibrani yang berasal dari kata Ibra yang mempunyai arti hamba atau pilihan, sedangkan il mempunyai arti Allah. Secara terminologi, Israiliyat adalah riwayat kaum Yahudi dan  Nasrani pada masa Nabi Muhammad dan para sahabat. Istilah Isrª'iliyyªt banyak ditemukan dalam pembahasan tafsir dan hadis. Kata Israil identik dengan bangsa Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an tentang bani Israil;
šÆÏèä9 tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 .`ÏB û_Í_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) 4n?tã Èb$|¡Ï9 yŠ¼ãr#yŠ Ó|¤ŠÏãur Ç`ö/$# zOtƒötB 4 y7Ï9ºsŒ $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%Ÿ2¨r šcrßtF÷ètƒ ÇÐÑÈ  
Terjemahnya: "Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (QS. Al-Mªidah: 78)[1]
Sabir Tu'aimah (pakar tafsir Mesir) mendefinisikan Isrª'iliyyªt  sebagai seluruh manuskrip berbentuk yang ditinggalkan oleh Bani Israil (yang dikenal dengan Yahudi), yang berasal dari tradisi satu generasi ke generasi berikutnya, dan diramu dari berbagai sumber, termasuk dari Kitab perjanjian lama; sampai munculnya Nabi Isa dan kemudian Islam. Defenisi tersebut menggambarkan bahwa Isrª'iliyyªt hanya terbatas pada peninggalan Yahudi.[2]
Perkataan Isrª'iliyyªt adalah diambil daripada kata jamak. Mufradnya adalah diambil daripada kata Isrª'iliyyªh, yang dinisbahkan kepada Bani Israil (keturunan Israil). Manakala Israil pada asalnya adalah nama Nabi Allah Ya'qub (a.s.) yang membawa maksud Abdullah atau hamba Allah. Bani Israil atau keturunan Israil ialah keturunan Nabi Ya'qub (a.s.) yang berkembang hingga kepada Nabi Musa (a.s.) dan seterusnya nabi-nabi yang datang silih berganti, sehinggalah keturunannya yang terakhir yaitu Nabi Isa (a.s.).
Keturunan Nabi Ya'qub (a.s.) atau Bani Israil sejak beberapa zaman yang lalu dikenali dengan panggilan Yahudi. Keturunan yang beriman kepada Nabi Isa (a.s.) pula dikenali dengan nama Nasara atau Nasrany. Manakala yang beriman dengan Nabi Muhammad (s.a.w.) pula telah menjadi sebahagian daripada umat Islam dan dikenali dengan Muslim ahl al-Kitªb. Isrª'iliyyªt menurut istilah ahli tafsir ialah kisah-kisah Yahudi yang menyerap masuk ke dalam shari'at Islam melalui tafsir al-Qur'an yang banyak berlaku di zaman tabi’in. Namun ulama tafsir dan hadith menggunakan istilah Isrª'iliyyªt terhadap perkara-perkara yang lebih luas, yaitu setiap kisah termasuk cerita lama yang diadakan, dimasukkan ke dalam tafsir. Bahkan setengah ulama tafsir dan hadith menganggap Isrª'iliyyªt adalah setiap kisah yang dicipta dan disampai oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dengan tujuan untuk merusak kesucian Islam.[3]
Sedangkan Muhammad Husain al-Dhahabi, seorang ahli tafsir Universitas al-Azhar, Kairo, mendefenisikan bahwa Isrª'iliyyªt merupakan kebudayaan Yahudi dan Nasrani yang dipelihara secara berkisenambungan dan berpengaruh dalam penafsiran al-Qur'an dan sunah. Gambaran mengenai kebudayaan Yahudi dan Nasrani ini meliputi etika, kisah, sejarah, hukum, dan hikayat yang ada dalam mashara'at serta penjelasan dari Injil. Di samping itu, termasuk juga dalam Isrª'iliyyªt adalah berbagai tradisi, nasihat, dan penjelasan yang diriwayatkan dari Nabi Musa secara tidak tertulis yang diterima Yahudi secara turun-temurun.[4]
  
C.    Timbulnya Isrª'iliyyªt dalam Penafsiran Al Qur'an
Isrª'iliyyªt mempengaruhi penafsiran al-Qur'an dan sunah Rasulullah sejak zaman sahabat. Ketika Rasulullah masih hidup, para sahabat berpegang sepenuhnnya kepada penjelasan Rasulullah dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an. Setelah Rasulullah wafat, jika para sahabat memerlukan penafsiran ayat yang berkaitan dengan kisah umat masa lalu,  sedangkan penjelasan tidak ada dalam masalah itu, mereka menanyakan kepada sahabat yang dahulunya beragama Yahudi dan Nasrani. Namun para sahabat dalam memberikan penjelasan tidak terlepas dari pengaruh agama dan kebudayaan mereka dahulu.
Menurut Ibnu Khaldun, sebab masuknya Isrª'iliyyªt ke dalam tafsir al-Qur'an dan hadis karena diawali keadaan orang Arab yang pada masa pra-Islam mempunyai pola budaya badªwah (nomad) dan 'ummiyyah (buta huruf).orang Arab tidak tahu banyak tentang penciptaan alam; kapan dan apa rahasia-rahasia penciptaan alam. Setelah kedatanngan Islam, kaum Arab muslim mencari tahu tentang hal-hal di atas kepada para sahabat mereka yang dahulunya beragama Yahudi dan Nasrani. Penjelasan yang mereka berikan tidak bisa terlepas dari kebudayaan mereka sebelum masuk Islam, kecuali dalam hal yang berhubungan dengan hukum dan akidah. Sebab itu, menurut Ibnu Khaldun, banyak unsur Isrª'iliyyªt yang masuk ke dalam tafsir al-Qur'an.[5]

D.    Pengaruh Isrª'iliyyªt dalam Kitab Tafsir
Kemasukan Isrª'iliyyªt ke dalam tafsir bermula dengan kemasukan thaqafah (peradaban) Bani Israil (yang berhijrah ke Semenanjung Arab) ke dalam thaqafah 'Arabiyyah di zaman Jahiliyyah. Bangsa Yahudi ini membawa bersama-sama mereka ilmu-ilmu dan pengetahuan yang diambil daripada kitab-kitab agama mereka, dan segala perkara yang berkaitan dengannya daripada nasehat-nasehat, dan juga yang mereka warisi daripada satu generasi ke satu generasi daripada nabi-nabi mereka dan pendeta-pendeta mereka. Mereka mempunyai tempat yang dinamakan al-midras yaitu sekolah-sekolah tempat mereka mempelajari setiap perkara yang diwarisi. Mereka juga mempunyai tempat-tempat ibadah dan shi'ar agama mereka.
Kemudian, datang ajaran Islam dan kitab Allah (s.w.t.) yang terkandung di dalamnya ilmu dan agama. Seruan Islam lahir dan tersebar di kalangan penduduk Semenanjung Arab. Pada zaman Rasulullah (s.a.w.) pusat negara Islam adalah Madinah al-Munawwarah. Untuk mendidik para sahabat, majlis-majlis ilmu pada zaman Rasulullah (s.a.w.) ini dilakukan di Masjid Madinah. Di kota Madinah dan di sekitarnya tinggal bermukim beberapa golongan Yahudi seperti Bani Qainuqa’, Bani Quraizah, Bani al-Nadir, Yahudi Khaibar, Taima’ dan Fadak.
Terdapat di kalangan ulama Yahudi atau ahli Kitab di Madinah yang memeluk Islam seperti Abdullah bin Salam. Beliau dan orang sepertinya menjadi tempat rujukan kepada sahabat untuk bertanya secara terperinci tentang kisah-kisah yang sama yang juga disebut di dalam kitab-kitab al-Qur'an dan Taurat. Namun para sahabat tidak menerima bulat-bulat apa yang diceritakan kepada mereka. Malah mereka menapisnya dengan akal dan juga shara'. Mereka hanya menerima apa yang diterima oleh akal dan shara' dan menolak sekiranya berdasarkan dengan keduanya. Seterusnya mereka berdiam diri terhadap perkara-perkara yang tidak jelas tentang benar dan salahnya.
Ibn Khaldun menyatakan apabila timbul keinginan di kalangan orang-orang Arab untuk mengetahui tentang permulaan kejadian makhluk dan rahasia kejadian, mereka cenderung bertanya ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Mayoritas mereka adalah dari suku bangsa Humair. Apabila mereka memeluk Islam, pengaruh daripada ajaran agama mereka yang berkaitan dengan asal kejadian makhluk, cerita-cerita tentang peperangan dan sebagainya masih kuat dalam diri mereka. Antara golongan mereka ialah Ka’ab bin al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, dan Abdullah bin Salam.[6]
Sebagai contoh seperti dalam penafsiran al-Qurðñbi tentang penciptaan manusia pertama yang termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 30, yaitu:
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( ......
Beliau mengatakan: "Bahwa Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya sendiri langsung dari tanah selama 40 tahun. Setelah kerangka itu siap lewatlah para malaikat di depannya. Mereka terperanjat karena amat kagum melihat indahnya ciptaan Allah itu dan yang paling kagum adalah iblis, lalu dipukul-pukulnya kerangka Adam tersebut, lantas terdengar bunyi seperti periuk belanga dipukul; seraya ia berucap: "Untuk apa kau diciptakan".[7] Apabila dicermati penafsiran yang dikemukakan, maka ada benarnya penilaian yang dikemukakan oleh al-KhaðÌb bahwa penafsiran tersebut masuk kelompok Isrª'iliyyªt.    

E.     Tokoh-Tokoh Periwayat Isrª'iliyyªt
Sahabat yang sebelumnya beragama Yahudi dan Nasrani antara lain: Wahab bin Munabbih (34-110 H), Abdullah bin Salam (w. 43 H), Ka'b al-Ahbar (w. 32 H), dan Abdul Malik bin Absul Aziz bin Juraij (80-159 H). Mereka ini sering dirujuk dalam penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah-kisah masa lalu.
Tokoh-tokoh tafsir yang banyak merujuk riwayat Isrª'iliyyªt dalam tafsir mereka antara lain Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Abdullah bin Amr bin As, Abdullah bin Salam, Abu Hurairah, dan Tamim al-Dari dari kalangan sahabat; dan Ka'b al-Ahbar serta Wahab bin Munabbih dari kalangan tabi'in. Dari kalangan tabi' tabi'in tercatat seperti Muhammad bin Sa'ib al-Kalbi (semula beragama Yahudi), Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij (semula beragama Nasrani), Muqatil bin Sulaiman, dan Muhammad bin Marwan al-Suddi (murid Muhammad bin Sa'ib al-Kalbi)

F.     Pembagian Isrª'iliyyªt Ditinjau dari Berbagai Aspek
Secara umum, riwayat Isrª'iliyyªt dibagi menjadi tiga bagian;
1.      Isrª'iliyyªt yang sahih dan bertepatan dengan nas-nas al-Qur'an dan al-Sunnah.
2.      Isrª'iliyyªt yang berdasarkan dengan naî yang Qath'i daripada al-Qur'an dan juga al-Sunnah, serta menyalahi logika akal. Isrª'iliyyªt ini tidak harus diriwayatkan.
3.      Isrª'iliyyªt yang ‘Maskut 'Anhu’ yaitu yang tidak disokong oleh naî al-Qur'an dan juga al-Sunnah yaitu ia bukan dari bahagian pertama dan juga bahagian kedua. Bahagian ini tidak perlu kita membenarkannya dan tidak juga mendustakannya. Tetapi harus diriwayatkannya.[8]
Isrª'iliyyªt adalah berita-berita yang diambil dari Bani Israil, Yahudi (kebanyakannya) atau dari kalangan orang-orang Nashrani. Berita-berita ini terbagi menjadi 3 kategori:[9]
Pertama, Berita Yang Diakui Islam Dan Dibenarkannya. Contohnya, seperti yang diriwayatkan al-Bukhari dan periwayat selainnya, dari Ibn Mas’ud RA, ia berkata, “Seorang rabi Yahudi datang menemui Nabi SAW seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kami menemukan bahwa Allah SWT menjadikan seluruh langit di atas satu jari, seluruh bumi di atas satu jari, pepohonan di atas satu jari, air dan tanah di atas satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, lalu Dia berfirman, ‘Akulah al-Malik (Raja Diraja).’ Rasulullah SAW tertawa mendengar hal itu hingga tampak gigi taringnya membenarkan ucapan sang rabi tersebut, kemudian beliau membaca ayat, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya pada hal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS.az-Zumar:67)
Kedua, Berita Yang Diingkari Islam dan Didustakannya. Contohnya, seperti yang diriwayatkan al-Bukhari, dari Jabir RA, ia berkata, “Orang-orang Yahudi mengatakan, ‘bila suami menyetubuhi isterinya dari arah belakang, maka anaknya akan lahir bermata juling.’ Lalu turunlah firman Allah SWT, “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS.al-Baqarah:223)
Ketiga, Berita Yang Tidak Diakui Islam dan Tidak Pula Diingkarinya  Contohnya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Ahli Kitab biasanya membaca taurat dengan bahasa Ibrani lalu menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada umat Islam. Maka Rasulullah SAW berkata, ‘Janganlah kalian benarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya tapi katakanlah (firman Allah SWT), ‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.’” (QS.al-‘Ankabut:46). Tetapi berbicara mengenai jenis ini dibolehkan bila tidak khawatir membuahkan larangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Sampaikanlah dariku, sekali pun satu ayat, dan berbicaralah mengenai Bani Israil sesukamu. Barangsiapa yang mendustakanku secara sengaja, maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya di api neraka.” (HR.al-Bukhari)
Kebanyakan berita yang diriwayatkan dari mereka tersebut tidak banyak manfa’atnya bagi kepentingan agama seperti penentuan apa warna anjing Aîhªbul Kahfi dan sebagainya.
Ada pun bertanya kepada ahli kitab mengenai sesuatu dari ajaran agama kita, maka hal itu haram hukumnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdullah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian tanyakan kepada ahli kitab mengenai sesuatu pun sebab mereka tidak bisa memberi hidayah kepada kalian sementara mereka sendiri telah sesat. Jika kalian lakukan itu, berarti (antara dua kemungkinan-red.,) kalian telah membenarkan kebatilan atau mendustakan kebenaran. Sesungguhnya, andaikata Musa masih hidup di tengah kalian, pastilah ia akan mengikutiku."
Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA, bahwasanya ia berkata, “Wahai kaum muslimin, bagaimana mungkin kalian bertanya kepada ahli kitab padahal kitab yang Allah turunkan kepada nabi kalian itu adalah semata-mata informasi paling baru mengenai Allah yang tidak pernah lekang. Allah telah menceritakan kepada kalian bahwa ahli kitab telah mengganti kitabullah dan merubahnya lalu menulisnya dengan tangan mereka sendiri. Lalu mereka mengatakan, ‘Ia berasal dari Allah agar mereka membeli dengannya harga yang sedikit. Tidakkah melalui ilmu yang dibawa-Nya, Dia melarang kalian untuk bertanya kepada mereka (ahli kitab)? Demi Allah, kami sama sekali tidak pernah melihat seorang pun dari mereka yang bertanya kepada kalian mengenai apa yang telah diturunkan kepada kalian”.[10]

G.    Berbagai Pandangan terhadap Isrª'iliyyªt
Menurut para mufasir, unsur Isrª'iliyyªt pada zaman sahabat masih relatif sedikit karena tidakmenyentuh persoalan hukum dan akidah. Para sahabat dalam menerima unsur Isrª'iliyyªt cukup selektif, mereka membandingkannya dengan keterangan yang ada di dalam al-Qur'an dan sunah. Jika ternyata bertentangan, maka penafsiran melalui riwayat Isrª'iliyyªt mereka tolak. Namun tingkat kehati-hatian para sahabat dalam menerima riwayat Isrª'iliyyªt mulai mengendur ketika zaman tabi'in (generasi sesudah sahabat). Hal ini berlanjut kepada zaman sesudahnya sehingga sebagian kitab tafsir yang disusun mengandung banyak unsur Isrª'iliyyªt. keadaan ini menjadi lebih sulit ketika para mufasir mengutip suatu riwayat untuk menafsirkan tidak lagi mencantumkan sanad riwayat itu sendiri. Akibatnya, sulit membedakan antara riwayat yang benar-benar dari Rasulullah dan dari Isrª'iliyyªt. faktor inilah, yang menurut al-Dhahabi yang membuat semakin berkembangnya penafsiran Isrª'iliyyªt dalam kitab-kitab tafsir. Bahkan menurutnya, tidak ada satu kitab tafsir yang terlepas dari riwayat Isrª'iliyyªt.
Dalam menerima riwayat Isrª'iliyyªt untuk menfasirkan al-Qur'an atau hadis, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Perbedaan ini muncul karena ada dalil yang memperbolehkan menerima riwayat itu dan ada yang melaranngnya.
Al-Dhahabi mengemukakan alasan para ulama yang menolak unsur Isrª'iliyyªt, antara lain:[11]
  1. Adanya firman Allah dalam surat al-Mª'idah ayat 13;
$yJÎ6sù NÍkÅÕø)tR öNßgs)»sVÏiB öNßg»¨Zyès9 $oYù=yèy_ur öNßgt/qè=è% ZpuÅ¡»s% ( šcqèùÌhptä zOÎ=x6ø9$# `tã ¾ÏmÏèÅÊ#uq¨B   (#qÝ¡nSur $yàym $£JÏiB (#rãÏj.èŒ ¾ÏmÎ/ 4 Ÿwur ãA#ts? ßìÎ=©Üs? 4n?tã 7poYͬ!%s{ öNåk÷]ÏiB žwÎ) WxÎ=s% öNåk÷]ÏiB ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã ôxxÿô¹$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÈ  
Terjemahnya: "(tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya[12], dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (QS. al-Mª'idah:13 )[13]
  1. Hadis Rasulullah yang menyatakan:
لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم وقولوا أمنا بالله وما انزلنا إلينا.....(أخرجه البخارى)
Artinya: "janganlah kamu membenarkan (riwayat) ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dan jangan pula kamu mendustakannya, tetapi katakanlah kami beriman kepada Allah dan terhadap apa yang Ia turunkan kepada kami" (HR. Bukhari) 
Adapun alasan para ulama yang membolehkan unsur Isrª'iliyyªt antara lain sebagai berikut:
  1. Adanya firman Allah dalam surat Yunus ayat 94;
bÎ*sù |MZä. Îû 7e7x© !$£JÏiB !$uZø9tRr& šøs9Î) È@t«ó¡sù šúïÏ%©!$# tbrâätø)tƒ |=»tFÅ6ø9$# `ÏB y7Î=ö6s% 4 ôs)s9 šuä!%y` ,ysø9$# `ÏB šÎi/¢ Ÿxsù £`tRqä3s? z`ÏB tûïÎŽtIôJßJø9$# ÇÒÍÈ  
Terjemahnya: "Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, Maka Tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu". (QS. Yunus: 94.)[14]
  1. Hadis Rasulullah dari Abdullah bin Amar yang menyatakan:
بلغوا عنى ولو اية وحدثوا عنى بنى إسرائيل ولا حرج....(اخرجه البخارى)
Artinya:"Sampaikanlah yang datang dariku sekalipun satu ayat, serta ceritakanlah tentang (keadaan) Bani Israil tanpa kesulitan… (HR. Bukhari)
  1. Sikap sebagian Ibnu Abbas (Abdullah bin Abbas), Ibnu Mas'ud, Abdullah bin Amar, dan Abu Hurairah yang sering bertanya kepada sahabat yang dulunya beragama Yahudi dan Nasrani dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah-kisah masa silam.
Al-Dhahabi melihat bahwa kedua kelompok ulama yang bertentangan tersebut sama-sama memiliki dalil yang kuat. Oleh karena itu, maka harus dicari jalan keluar atau solusi sehingga keberadaan Isrª'iliyyªt dalam tafsir semakin jelas.
Ibnu Taimiyah membagi Isrª'iliyyªt menjadi 3 kategori, yaitu:
1.      Isrª'iliyyªt yang didukung dalil shara' (al-Qur'an dan hadis);
2.      Isrª'iliyyªt yang jelas bertentangan dan ditolak shara';
3.      Isrª'iliyyªt yang tidak didukung shari'ªt dan tidak juga bertentangan dengan shariªt.[15]
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam kategori pertama, Isrª'iliyyªt dapat dijadikan bahan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an dan sunah. Pada kategori kedua, Isrª'iliyyªt tidak boleh dijadikan bahan penafsiran ayat maupun sunah. Untuk kategori ketiga, umat Islam tidak boleh membenarkannya dan tidak boleh pula mendustakannya, tetapi umat Islam boleh meriwayatkannya hanya untuk dalil pendukung dalam menafsirkan al-Qur'an atau sunah.
Menurut al-Dhahabi, Kitab tafsir yang banyak merujuk riwayat Isrª'iliyyªt antara lain: Jªmi' al-Bayªn fi Tafsir al-Qur'ªn (penjelasan yang memadai dalam menafsirkan al-Qur'an) atau disingkat tafsir al-£abari oleh Abu Ja'far Muhammad bin Jarir al-Tabari; Tafsir al- Qur'ªn al-Adhim atau dikenal sebagai tafsir Ibnu Kathir oleh Ibnu Kathir; al-Kashf wa al-Bayan 'an Tafsir al-Qur'ªn (ungkapan dan penjelasan dari tafsir al-Qur'an) oleh Muhammad bin Ibrahim al-Sa'labi, Tafsir al-Khªzin oleh Alauddin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar bin Khalil al-Shaihi, dan Tafsir al-Alusi oleh Shihabuddin Mahmud al-Alusi.
Shekh Rashid Rida, yang menyusun tafsir al-Manar, dikenal sebagai yang menentang riwayat Isrª'iliyyªt, namun menurut al-Zahabi, ternyata dalam tafsirnya terdapat banyak riwayat yang bersumber dari Isrª'iliyyªt.[16]
Tentang Isrª'iliyyªt, Imam Ibnu Kathir membolehkan mencantumkannya dalam tafsir dengan syarat: Isrª'iliyyªt yang digunakan memiliki sanad yang îahih, tidak bertentangan dengan shari’at dan ini digunakan hanya untuk istidlal atau bukti penafsiran yang ada, bukan sandaran prinsipil dalam tafsir.
Kemudian Imam Ibnu Katsir membagi Isrª'iliyyªt menjadi tiga bagian:
1.  Isrª'iliyyªt yang diketahui keotentikannya, Isrª'iliyyªt semacam ini boleh dijadikan bukti atau penguat dalam tafsir seperti yang dikatakan oleh Imam Ibnu Kathir.
2. Isrª'iliyyªt yang diketahui ketidakabsahannya (palsu), biasanya Isrª'iliyyªt semacam ini bertentangan denga syari’at dan ini wajib di tinggalkan.
3.  Isrª'iliyyªt yang tidak di berikan komentar oleh para ulama, namun hal ini tidak bertentangan dengan shari’at.[17]
Para ulama, khususnya ahli tafsir berbeda pendapat mengenai sikap terhadap Isrª'iliyyªt ini:
1.  Di antara mereka ada yang memperbanyak berbicara tentangnya dengan dirangkai dengan sanad-sanadnya. Pendapat ini berpandangan bahwa dengan menyebut sanadnya, berarti ia telah berlepas diri dari tanggung jawab atasnya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibn Jarir al-£abari.
2. Di antara mereka ada yang memperbanyak berbicara tentangnya dan biasanya menanggalkan sama sekali sanad-sanadnya. Ini seperti pencari kayu bakar di malam hari. Cara seperti ini dilakukan al-Baghawi di dalam tafsirnya yang dinilai oleh Shaikhul Islam Ibn Taimiyah sebagai ringkasan dari tafsir al-Tha’alabi. Hanya saja, al-Bagawi memproteksinya dari dimuatnya hadits-hadits palsu dan pendapat-pendapat yang dibuat-buat. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah menyebut ats-Tha’alabi sebagai seorang pencari kayu bakar di malam hari di mana ia menukil apa saja yang terdapat di dalam kitab-kitab tafsir baik yang shahih, dha’if maupun yang mawdhu’ (palsu).
3.  Di antaranya mereka ada yang banyak sekali menyinggungnya dan mengomentari sebagiannya dengan menyebut kelemahannya atau mengingkarinya seperti yang dilakukan Ibn Kathir.
4. Di antara mereka ada yang berlebih-lebihan di dalam menolaknya dan tidak menyebut sesuatu pun darinya sebagai tafsir al-Qur’an seperti yang dilakukan Muhammad Rashid Rida.[18]




H.    Penutup
Isrª'iliyyªt menurut istilah ahli tafsir ialah kisah-kisah Yahudi yang menyerap masuk ke dalam shari'at Islam melalui tafsir al-Qur'an yang banyak berlaku di zaman tabi’in. Namun ulama tafsir dan hadith menggunakan istilah Isrª'iliyyªt terhadap perkara-perkara yang lebih luas, yaitu setiap kisah termasuk cerita lama yang diadakan, dimasukkan ke dalam tafsir. Setelah Rasulullah wafat, jika para sahabat memerlukan penafsiran ayat yang berkaitan dengan kisah umat masa lalu,  sedangkan penjelasan tidak ada dalam masalah itu, mereka menanyakan kepada sahabat yang dahulunya beragama Yahudi dan Nasrani. Namun para sahabat dalam memberikan penjelasan tidak terlepas dari pengaruh agama dan kebudayaan mereka dahulu.
Secara umum, Isrª'iliyyªt menjadi 3 kategori, yaitu: pertama, Isrª'iliyyªt yang didukung dalil shara' (al-Qur'an dan hadis); kedua, Isrª'iliyyªt yang jelas bertentangan dan ditolak shara'; dan ketiga, Isrª'iliyyªt yang tidak didukung shari'ªt dan tidak juga bertentangan dengan shariªt. Artinya, dalam kategori pertama, Isrª'iliyyªt dapat dijadikan bahan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an dan sunah. Pada kategori kedua, Isrª'iliyyªt tidak boleh dijadikan bahan penafsiran ayat maupun sunah. Untuk kategori ketiga, umat Islam tidak boleh membenarkannya dan tidak boleh pula mendustakannya, tetapi umat Islam boleh meriwayatkannya hanya untuk dalil pendukung dalam menafsirkan al-Qur'an atau sunah. Wallªhu A'lam bi al-Sawªb…




DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, Taufik, " Isrª'iliyyªt " Suplemen Ensiklopedi Islam, ed. Taufik Abdullah et.al., Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1999.

Al-Dhahabi, Muhammad Husain, al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadith. Kairo: Maktabah Wahbah, 1990.

            , al-TafsÌr wa al-Mufassirñn. Kairo: Maktabah Wahbah, tt.

Ali, Idrus, "Apa itu Israiliyat", dalam  http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/ apa-itu-israiliyat/.

Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

El-Khayat "Sikap Imam Ibnu Kathir terhadap Iisroiliyat" dalam http://el-khayat. blogspot.com/ 2008/09/imam-ibnu-kastir.html?zx=7b852932425cd5e6.

Mazlan Ibrahim, "Israiliyyat dalam Kitab Tafsir Anwar Baidhawi" dalam   http:// pkukmweb.ukm.my/-penerbit/jurnal_pdf/jis26-02.pdf.







[1] al-Qur'ªn: 5 (al-Mª'idah): 78.
[2] Taufik Abdullah, " Isrª'iliyyªt " Suplemen Ensiklopedi Islam, ed. Taufik Abdullah et.al., (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), 251. 
[3] Mazlan Ibrahim, "Israiliyyat dalam Kitab Tafsir Anwar Baidawi" dalam   http:// pkukmweb.ukm.my/-penerbit/jurnal_pdf/jis26-02.pdf  (10 Oktober 2009)
[4] Muhammad Husein al-Dhahabi, al-TafsÌr wa al-Mufassirñn (Kairo: Maktabah Wahbah, tt), 177.
[5] Abdullah, " Isrª'iliyyªt " Suplemen Ensiklopedi, 252.
[6]Ibrahim, "Israiliyyat dalam Kitab Tafsir Anwar Baidawi" dalam   http:// pkukmweb.ukm.my/-penerbit/jurnal_pdf/jis26-02.pdf
[7] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur'an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 60.
[8]Ibrahim, "Israiliyyat dalam Kitab Tafsir Anwar Baidhawi" dalam   http:// pkukmweb.ukm.my/-penerbit/jurnal_pdf/jis26-02.pdf
[9]Idrus Ali, Apa itu Israiliyat", dalam  http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/apa-itu-israiliyat/ (20 Oktober 2009.
[10]Ibid.
[11] Abdullah, " Isrª'iliyyªt " Suplemen Ensiklopedi, 252.
[12] Maksudnya: merubah arti kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi.
[13] al-Qur'ªn: 5 (al-Mª'idah): 13.
[14] al-Qur'an, 10 (Yunus): 94.
[15]Abdullah, " Isrª'iliyyªt " Suplemen Ensiklopedi, 253.
[16] Muhammad Hussin al-Zahabi, al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadith (Kairo: Maktabah Wahbah, 1990).
[17] El-Khayat "Sikap Imam Ibnu Kathir terhadap Iisrailiyat dalam http://el-khayat. blogspot.com/ 2008/09/imam-ibnu-kastir.html?zx=7b852932425cd5e6 (15 Oktober 2009)
[18]Idrus, Apa itu Israiliyat", dalam  http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/apa-itu-israiliyat/ .